Jumat, 02 Januari 2015

Sekolah Agama

Mungkin karena sikapku yang makin hari makin berani, ibu memintaku untuk mengikuti sekolah agama di dekat rumah agar sikapku menjadi lebih baik lagi (tidak terlalu berani untuk berbuat). Mau tidak mau aku pun mengikuti permintaan ibuku dan mulai mengikuti sekolah agama di madrasah di dekat rumahku, walaupun malas rasanya karena sekolah agama itu dimulai pada bada ashar atau sekitar jam setengah 4 sore sampai jam 5 sore yang secara otomatis mengganggu jam mainku bersama teman-teman.
Pada hari pertamaku di sekolah agama, aku meminta ibu menemaniku saat sekolah agama dan ini berlanjut sampai seminggu aku sekolah agama dan akhirnya ibu tidak menemaniku lagi pada saat aku sekolah agama. Mulai dari minggu kedua aku mulai mempunyai beberapa teman di sekolah agama itu dan mulai merasa nyaman disana, namun masih saja hasrat ingin bermain selalu ada di benakku yang membuat aku mulai memikirkan untuk bolos sekolah agama dan bermain bersama teman-temanku yang tidak mengikuti sekolah agama di tempat aku mengikuti sekolah agama sekarang, bukannya teman-temanku yang biasanya bermain denganku ini tidak sekolah agama tapi mereka mengikuti belajar mengaji yang diadakan di tempat lain yang jadwalnya dimulai malam hari yaitu bada isya sekitar jam 7 malam sampai jam 8 malam.
Setelah hampir dua minggu mengikuti sekolah agama itu aku benar-benar mulai bosan sampai pada akhirnya ketika aku hendak berangkat menuju madrasah tempat biasa aku sekolah agama ada seorang teman dekatku namanya Rian, dia merupakan orang yang selalu diandalkan menjadi kiper apabila aku dan teman-temanku bermain bola melawan anak-anak dari desa sebelah. Dan terjadilah percakapan diantara kami :
·         Rian : “rur !!!!!”  menyapaku sambil menghampiriku
·         Aku : “woy ??”
·         Rian : “kemana aja kamu kok jarang main ke lapangan sekarang ?” sambil memperhatikan pakaianku
·         Aku : “sekarang kan aku ikut sekolah agama di madrasah jadi kalo sore gak bisa main ke lapangan lagi” jawabku sambil berjalan kembali menuju madrasah
·         Rian : “nanti jam 4 ada anak-anak dari sesa sebelah yang menantang tanding sepak bola di lapangan biasa” berlari ke arah lapangan
“waduh bagaimana ini aku ingin sekali  ikut bermain melawan anak-anak dari kampong sebelah tapi aku juga harus sekolah agama” kata hatiku sambil meneruskan langkah menuju madrasah. Sesampainya di madrasah aku terus memperhatikan jam dinding yang ada di atas papan tulis, saat itu waktu menunjukan jam 4 kurang 15 menit , masih ada 15 menit sampai mereka memulai pertandingan sepak bola tersebut.
Sempat aku kebingungan pada saat itu, tapi itu tidak berlangsung lama dan aku memutuskan untuk pergi ke lapangan dan bermain bersama teman-temanku, namun aku memerlukan alasan yang tepat untuk diberikan kepada guru yang mengajarku agar aku dapat pergi ke lapangan.
Akhirnya aku menemukan ide agar bisa meninggalkan madrasah dan menuju lapangan setelah aku melihat anak-anak yang lebih besar dariku dan berbeda kelas denganku meminta izin kepada guru untuk pergi ke toilet karena kebelet ingin buang air. Kemudian aku pun berfikiran untuk melakukan hal yang sama tapi yang menjadi kendala pada saat itu adalah aku membawa tas yang tak mungkin aku bawa ketika aku izin buang air ke toilet yang ada di luar madrasah. Memang dasar mungkin pemikiranku dari kecil memang cepat merespon masalah yang untuk mendapatkan penyelesaian dari masalah tersebut. Dan yang terlintas dipikiranku pada saat itu untuk menitipkan tas kepada teman dan nanti apabila sekolah agama sudah selesai aku akan mengambilnya kembali, aku pun menitipkan tasku kepada Soni anak tetanggaku yang umurnya sedikit dibawahku mungkin sekitar 5 -6 tahun. “Son nitip tas ya , nanti pulang sekolah agama aku ambil, kamu tunggu di depan madrasah ya nanti aku jajanin kamu baso deh, aku mau pergi ke lapangan nih” berusaha membujuk Soni agar bersedia membawakan tasku. “iya rur nanti aku bawain tapi janji ya beliin aku baso colok pulang sekolah agama” dengan muka kebingungan Soni mengatakan bersedia membawakan tasku. “mantap Son, nanti kalo gurunya nyari bilang aja aku buang air di rumah ya” aku pun beranjak menuju luar madrasah berpura-pura untuk buang air dan akhirnya berlari menuju lapangan untuk ikut bermain bersama teman-teman.
Sesampainya di lapangan ternyata pertandingan baru saja dimulai dan pada saat itu pemain yang diperbolehkan bermain hanya anak berusia 7 tahun kebawah, akupun menunggu dipinggir lapangan karena pemain yang bermain di teamku sudah pas. Ketika dipinggir lapangan aku mendengar percakapan antara beberapa orang dewasa yang menonton pertandingan ini, mereka sepertinya sedang membicarakan taruhan uang di pertandingan ini . “wah om-om ini sepertinya sedang berjudi” dalam hatiku sambil terus memperhatikan percakapan mereka, setelah mendengar beberapa percakapan mereka aku semakin yakin bahwa mereka sedang bertaruh pada pertandingan ini.
Babak pertama pun berakhir skor pada pertandingan tersebut berimbang yaitu 3-3 aku pun mengahampiri teman-teman, “rur main ya gantiin aku, aku cape nih” sambil menunjukan muka lelahnya. “ok” sautku bersemangat. Ketika kami sedang berkumpul merencanakan strategi yang akan dipakai pada babak kedua ada seorang orang dewasa yang tadi ku kuping pembicaraannya menghampiri kami dan berbicara “ayo semangat mainnya harus menang ya nanti kalo menang saya bikinin kaos team buat kalian”.
Kami pun bersemangat dan berjuang untuk memanangkan pertandingan, aku yang saat itu masih menggunakan baju koko (baju busana muslim) bermain dengan penuh semangat dan berhasil mencetak satu gold an akhirnya kami pun menang. Kemudian orang yang tadi berjanji memberi kami kaos team kepada kami menghampiri kami kembali dan berkata “ini buat kalian” dengan muka yang Nampak senang dia memberi kami uang sebesar 200 ribu rupiah, dan Zaki sebagai orang yang dituakan di team kami menerima uang itu dan mengajak kami untuk pergi ke tempat jahit untuk memesan kaso team.
Ketika pertandingan sudah selesai waktu menunjukan pukul 17.05 , aku pun kaget dan meminta izin kepada teman-teman tidak bisa ikut ke tukang jahit karena harus mengambil tasku yang tadi aku titipkan kepada Soni. “aku duluan ya” aku pun berlari menuju ke madrasah untuk membawa tasku yang telah aku titipkan kepada Soni. Sesampainya di madrasah aku kaget bukan main karena melihat madrasah pada saat itu sudah kosong, tidak ada satu orang pun yang berada disana dan aku pun masuk ke dalam madrasah untuk mencari tasku. Ternyata tasku sudah tidak ada dan entah dimana keberadaannya, lalu aku bertanya ke pada tukang baso yang ada di depan madrasah “mang , pada kemana ini ko udah sepi sih ?” tanyaku , heran , “oh iya jang, yang sekolah agama udah pada pulang tadi jam setengah 5 soalnya hari ini pulang lebih cepat karena guru-guru ada pengajian di kecamatan” jawab tukang baso. Bingung bukan main aku pada saat itu, entah kemana perginya si Soni ini terus udah mau jam setengah 6 sore juga ibu pasti nyariin aku kalo aku pulang tapi kalo aku pulang sekarang ibu pasti nanya dimana tas aku terus aku harus jawab apa, aku pun mencari Soni kesana kemari tapi tetap saja aku tidak menemukannya. Prustasi aku pada saat itu dan akhirnya aku pun memutuskan untuk pulang saja ke rumah.
Di perjalanan menuju rumah, keluarlah Soni dari rumahnya yang berdekatan dengan rumahku. Aku pun segera menghampirinya dan bertanya “Son , mana tas aku ?” dengan nafas tersedak aku bertanya kepada Soni, dengan polos soni menjawab “udah aku kasiin ke ibu kamu tadi pulang sekolah agama” mungkin pada saat itu karena kami masih anak-anak jadi terkadang pikiran kami masih polos. “kenapa kamu kasiin ke ibu aku, kan kata aku tunggu dulu di depan madrasah nanti aku ambil tasku” marahku kepada Soni, dengan polos Soni kembali menjawab “abisnya kamu lama sih, jadi aku pulang duluan terus nganterin tas kamu ke rumah kamu, kirain kamu udah pulang ke rumah”. “bego !! terus apa kata ibuku ?” rasa takutku pun mulai muncul. “ya dia nanyain Sururnya kemana Son ?, ya aku jawab maen bola tadi bu sama teman-temannya. Udah ya aku lagi disuruh nih sama bapa aku beli rokok” Soni pun berjalan menuju warung.
Aku pun berjalan menuju rumah sambil memikirkan alasan apa yang harus aku buat kalo nanti ibu nanya aku, sampailah aku ke depan rumah dan disana sudah ada ibu yang sedang mengasuh adikku di halaman rumah, “Surur sini !!” ibu memanggilku dan aku pun berjalan menuju ke arah ibu , “iya bu” tanyaku sambil terus memikirkan apa yang harus aku katakan, “dari mana ? kenapa jam segini baru pulang ? kenapa tas dititipin ke si Soni ? kata Soni tadi pergi maen bola bener gak ? berarti tadi gak masuk sekolah agama ?” bertubi-tubi pertanyaan dari ibu membuat aku semakin kebingungan. “oh iya bu tadi sekolah agama pulang lebih cepet, jadi aku maen bola dulu terus tas dititipin ke Soni, aku mandi dulu ya” jawabku sambil berlari mengambil anduk lalu menuju ke kamar mandi dan ibu pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Setelah kejadian itu karena sudah merasa aman dengan situasi seperti itu aku pun terus mengulanginya sampai akhirnya pada suatu hari ketika aku memutuskan tidak sama sekali pergi ke madrasah tapi langsung ke lapangan bola, sepertinya ibu mulai curiga denganku karena setiap pulang sekolah agama baju dan celanaku selalu kotor. Pada saat itu ibu pergi ke madrasah untuk mengecek apakah aku ada di madrasah atau tidak dan sesampainya di madrasah ibu tidak melihatku kemudian ibu pun bertanya kepada guru sekolah agama “bu, surur kemana ya ?” tanya ibu, “dia gak masuk hari ini bu, dan akhir-akhir ini dia sering permisi untuk buang air tapi gak pernah balik lagi ke madrasah” jawab ibu guru sekolah agama. “oh begitu ya bu, saya minta maaf karena kelakuan anak saya itu bu. Kalo begitu saya izin pamit dulu untuk mencarinya bu” ibu pun pergi dari madrasah untuk mencariku.

Alangkah kagetnya aku pada saat itu, ketika itu aku sedang asik bermain bola bersama teman-teman tiba-tiba ada suara yang memanggilku “surur !! surur !! pulang !!”, ketika aku melihat ke luar lapangan ternyata ibu yang berteriak memanggilku. Pada saat itu aku merasa sangat bersalah kepada teman-temanku karena selain memarahiku,ibu juga memarahi teman-temanku sebab ibu beranggapan bahwa mereka yang memaksaku untuk tidak sekolah agama dan malah bermain,padahal akulah yang memang sudah berniat untuk tidak pergi ke madrasah dan bermain bola. Setelah kejadian itu setiap hari aku pergi ke madrasah diantar oleh ibu dan ibu pun menunggu di warung sekitaran madrasah sampai aku selesai sekolah agama dan langsung menjemputku untuk pulang ke rumah. Mungkin karena kenakalan ku sendiri itulah yang menyebabkan aku sangat sulit untuk bisa bermain bersama teman-temanku lagi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar